Kamis, 08 Januari 2015

Rifa'iyah di lebosari, kendal



LAPORAN PENELITIAN
MODEL PEMIKIRAN KEAGAMAAN
(Organisasi Islam Rifa’iyah)

Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :Pengantar Studi Islam (PSI)
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M.S.I



 




Oleh :

Anis Mardhiyah                    (113411050)
Fatimatuz Zahrotun Nisa’    (113411060)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014



ORGANISASI ISLAM RIFA’IYAH
       I.            Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama Rahmatalil ‘alamiin yang di peruntukkan bagi semua umat manusia. Islam mempunyai ajaran yang bersumber dari wahyu Allah SWT yakni al-Qur’an dan juga dari Rasulullah SAW yakni as-sunnah. Seiring berlalunya zaman, Islam terpecah menjadi beberapa aliran, dimana setiap aliran mempunyai sumber yang berbeda-beda, baik ijtihad para ulama’, Qiyas dan Qaul para Sahabat Nabi.
Disamping itu, Islam juga menganjurkan bagi pemeluknya untuk senantiasa saling berbuat kebaikan (fastabiqul khoirot) dengan jalan dan caranya masing-masing secara kompetisi konstruktif yang diharapkan akan timbul sebuah acuan moral untuk saling menghargai terhadap sesama umat manusia. Dalam tantangan hidup yang semakin kompleks, maka dibutuhkan nilai kesadaran secara kolekif yang kemudian diatur dalam suatu wadah organisasi. Organisasi merupakan wahana untuk mencapai solusi bersama dalam menyelesaikan tantangan-tantangan bangsa, negara, umat, dan agama. Dengan tercapainya solusi bersama, akan tercapai pula kebersamaan dalam membangun bangsa, negara, dan umat yang adil, makmur dan demokratis yang sudah menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia.
Kemudian, dalam tulisan ini kami akan membahas tentang sebuah Organisasi Islam yang berada di desa Lebosari kecamatan Kangkung kabupaten Kendal, yaitu Organisasi Islam Rifa’iyah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah berdirinya Organisasi Islam Rifa’iyah di desa Lebosari, Kangkung Kendal?
2.      Apa saja sumber yang di gunakan oleh jama’ah Organisasi Islam Rifa’iyah di desa Lebosari, Kangkung Kendal?
3.      Bagaimana inti ajaran Organisasi Islam Rifa’iyah di desa Lebosari, Kangkung Kendal?
4.      Apa saja kegiatan Organisasi Islam Rifa’iyah di desa Lebosari, Kangkung Kendal?



    II.            Landasan Teori
Pada abad ke-19, abad dimana jaya-jayanya pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Tokoh-tokoh pergerakan mulai tumbuh melawan Belanda karena sadar atas penindasannya yang memelaratkan bangsa Indonesia. Lewat dakwah agama khususnya Islam di Pulau Jawa, aksi terhadap pemerintah Belanda dilancarkan pemimpin-pemimpin agama. Rakyat diperbodoh dan diperbudak lebih rendah dari seekor herder orang-orang Belanda ketika itu. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Imam Bonjol, Diponegoro, Setot Alibasyah, Kiai Mojo, dan sebagainya dibuang ke berbagai daerah terpencil oleh Belanda. Di antaranya adalah Syaikh KH. Ahmad Rifa’I, seorang ulama Islam yang turut dibuang mula-mula ke Maluku Utara (Ternate) kemudian ke Sulawesi Utara yakni ke daerah Tondano yang kini tempat pemakamannya terkenal dengan Kampung Jawa, karena penduduk yang berasal dari Jawa sekarang sudah ada sekitar 5000 jiwa di sana. Keturunan KH. Ahmad Rifa’i di Tondano bermarga Rifa’i di antara kini ada yang aktif sebagai pejabat di pemerintahan daerah tingkat I Sulut.
Mustofa Syarif yang melacaknya secara khusus, menelusuri asal muasal KH. Ahmad Rifa’i mulai dari Pekalongan desa Kedungwuni yang terkenal dengan Kecamatan Batang Jawa Tengah hingga semasa pembuangannya ke Maluku Utara (Ternate) hingga ke Tondano (Kampung Jawa) Sulawesi Utara. Hasilnya diperoleh makamnya di Kampung Jawa Tondano Sulut, yang kemudian beliau kawin dan anak beranak di sana dengan marga Rifa’i. Menurut Mustofa dalam suratnya yang ditujukan kepada H. Rahmatullah di Paesan timur Kedungwuni Pekalongan Jateng menerangkan KH. Ahmad Rifa’i pernah bermukim di Mekkah selama 20 tahun bersama KH. Nawawi dari Banten dan KH. Cholil dari Bangkalan Madura. Ketika Beliau kembali di Indonesia beliau berdomisili di Batang Jateng 20 km dari Pekalongan tepatnya di sebuah masjid Bupati Batang (alun-alun). Di masjid inilah KH. Ahmad Rifa’i berjuang untuk mengakhiri penjajah Belanda di tanah air dengan jalan menulis ayat-ayat al-Quran dengan tangan dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Jawa serta tujuan-tujuan/penjelasan-penjelasannya. Ketika itu masih terlalu banyak penduduk di Jawa yang kurang fasih berbahasa Indonesia seperti sekarang ini. Tulisan ayat-ayat al-Quran berbahasa Arab dan telah diterjemahkan ke bahasa Jawa itu disebarluaskan kepada penduduk pribumi sekaligus menerangkan kejahatan penjajah Kolonial Belanda.
Seorang cucu KH. Ahmad Rifa’i bernama Mbah H. Bajuri bin Abdul Muthalib pada tahun 1960 menerangkan tentang riwayat perjuangan kakeknya dalam mengusir penajajah. Dalam usia 100 tahun tepatnya pada 1974, cucunya tersebut juga meninggal dunia, namun KH. Rahmatullah dan tokoh-tokoh alim ulama Pekalongan mengetahui sejarah KH. Ahmad Rifa’i. Menyangkut tulisan tangan al-Quran dan terjemahannya ke dalam Bahasa Jawa telah mendapat restu dari KH. Moelyadi Martosoedarmo sebagai Direktur Pendidikan Agama tahun 1968. Para ulama Pekalongan mengharapkan uluran tangan pemerintah terhadap KH. Ahmad Rifa’i memberi penghargaan atas perjuangannya sebagai perintis kemerdekaan RI.
 III.            Kondisi Lapangan
Lebosari merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Kangkung kabupaten Kendal. Jaraknya kurang lebih sekitar 5 KM dari arah jalur pantura Truko Kendal, untuk menuju desa tersebut dibutuhkan waktu sekitar 10-15 menit dengan menaiki sepeda motor. Selain itu, desa ini juga bisa ditemui melalui jalur alternatif jalur pantura Cepiring Kendal (lewat samping kecamatan Cepiring) dengan jarak kurang lebih sekitar 2 KM dan hanya membutuhkan waktu sekitar 5-10 menit menggunakan sepeda motor. Desa ini berbatasan langsung dengan desa Gebang Anom (sebelah barat), desa Karang Ayu (sebelah timur), desa Kangkung (sebelah utara), dan desa Tegowan (sebelah selatan). Desa lebosari ini terdiri dari Lebosari Wetan dan Lebosari Kulon.
Mayoritas penduduk di desa ini adalah petani, namun ada beberapa bagian dari mereka yang bekerja di perantauan. Dan sepanjang perjalanan untuk menuju desa ini melalui 2 jalur (Truko maupun Cepiring) sepanjang perjalanan akan terlihat beberapa hektar pematang sawah dengan segala aktifitas penggarapnya (pak dan bu tani)  serta berbagai keindahan alam yang telah diciptakan oleh Sang Maha Pencipta.
Kondisi sosial masyarakat disana sangatlah rukun, hal ini di buktikan dengan adanya peran serta masyarakat dalam pembangunan sebuah masjid di desa mereka. Kerja keras dan gotong royong mereka bersama membuahkan sebuah masjid yang bernama Masjid Baitul Izzah, masjid yang menjadi pusat untuk melakukan berbagai macam kegiatan keagamaan.
Pimpinan Daerah Rifa’iyah tempat yang kami tuju berada di sentral desa Lebosari, letaknya berada ditengah pemukiman warga setempat. Di pinggir jalan, di pojok depan rumah yang menjadi Pimpinan Rifa’iyah desa Lebosari ini terdapat sebuah plang yang bertuliskan “PIMPINAN DAERAH RIFA’IYAH KABUPATEN KENDAL” beserta alamat lengakap dan nomor HP yang berdiri kokoh sebagai tanda bahwa Bapak Haji Muhdlori pemilik rumah tersebut adalah pemimpin Organisasi Islam Rifa’iyah yang berada di daerah ini.
 IV.            Analisis Lapangan
Dari penelitian ini dapat kita ketahui bahwa sebagian besar masyarakat lebosari adalah jama’ah Rifa’iyah atau orang tarjumahan. Rifa’iyah di Lebosari muncul sekitar tahun 1920-an yang di bawa oleh Syaikh Muhammad Sholeh, Syaikh Muhammad Sholeh merupakan murid dari KH Abdul Manan yang berguru langsung kepada Syaikh Ahmad Ar-Rifai, pendiri Organasasi Islam Ar- Rifai’yah. Setelah Syaikh Muhammad Sholeh wafat, Rifa’iyah di Lebosari di pimpin oleh kiai Maryani kemudian di lanjutkan oleh KH Mudlor al-badar.
Perkembangan Rifa’iyah di Lebosari, terbilang sangat pesat. Pada tahun 1926, Rifa’iyah telah merambah ke Lebosari Kulon yang semula hanya ada di Lebosari wetan. Selain itu, perkembangan Rifa’iyah juga di tandai dengan pembangunan masjid Baitul Izzah yang di dirikan pada tahun 1930. Masjid tersebut digunakan sebagai pusat kegiatan kegamaan. Di dalam masjid tersebut di adakan sebuah pengajian setiap seminggu sekali. Dalam pengajian tersebut, pembicara selalu di datangkan dari tokoh Rifa’iyah daerah lain, pengajian ini selain sebagai siraman rohani, juga sebagai tali penyambung silaturrahmi bagi masyarakat.
Pembangunan musholla Nurul Ikhlas pada tahun 1970. Lalu di susul pembangunan Madrasah Diniyyah Miftahul Falah pada tahun 1980-an di tanah wakaf seluas 320 m2. Di desa Lebosari pernah di dirikan pondok pesantren yang didirikan oleh kiai Maryani pada tahun 1970 sampai 1986. Kebanyakan santri tersebut berasal dari daerah Wonosobo, seperti Kedalo, Kalibeber, Sumber Dalem dan Sapuran. Lalu pada tahun 1990 di bangunlah TPQ Tarbiyatul Aulad yang telah mendapat pengakuan dari Kemenag Kabupaten Kendal. Kemudian pada tahun 1990-1995 hanya ada 22 kepala keluarga yang masuk organisasi Rifa’iyah, dan sekarang ini telah ada sekitar 175 kepala keluarga. Karna sudah banyaknya kepala keluarga yang masuk ke dalam Organisasi Rifa’iyah, kemudian di bentuklah Pimpinan Ranting Rifa’iyah pada tahun 2000.
Rifa’iyah merupakan Organisasi Islam yang di dirikan oleh Syaikh Ahmad Ar-Rifai. Sumber ajaran Rifa’iyah berasal dari al-Qur’an, sunnah / hadist , ijma’ dan qiyas. Organisasi Rifa’iyah ini mempunyai pegangan kitab yang bernama Ri’ayatul Himmah, Ri’ayatul Himmah merupakan kitab karangan Syaikh Ar-Rifai yang berisi syari’at, tasawuf, ushul, dan tauhid. Dalam hal Ushuluddin, masyarakat Rifa’iyah condong kepada Abu Hasan Asy’ari. Dalam hal fiqh, mereka mengikuti Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Lalu dalam hal tasawuf, mereka mengikuti Abu Qosim Jumadil Al-baghdadi.  Adapun kitab-kitab yang di pelajari adalah kitab-kitab karangan Syaikh Ahmad Ar-Rifai yang berbentuk syair, berbahasa Jawa dan bertuliskan Arab pegon, diantara kitab-kitab beliau adalah kitab Abiyanal Hawaij , kitab fiqih yang berisi tentang tata cara wudlu, shalat, shalat jama’ dan qasar, dan shalat berjama’ah. Kitab Tasrifatul Muhtaj  yang berisi tentang fiqih jual beli. Kitab Tarbiyanal Islah yang berisi tentang nikah dan ijab, dan kitab Muslihat yang berisi tentang faraidl. Rifa’iyah berpendapat bahwa rukun Islam hanya ada satu, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat. Seorang manusia bisa di katakan muslim apabila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan setelah ia mengucapkan kalimat syahadat,  muslim tersebut  memiliki beberapa kewajiban yaitu shalat, zakat, puasa dan haji.
Seperti masyarakat umumnya, jama’ah Rifa’iyah juga melakukan rutinitas keagamaan, seperti  senenan, manaqiban, dziba’an dan yasinan. Menurut mbah Haji Muhdlori, tokoh Rifa’iyah desa lebosari. Kegiatan keagamaan Rifa’iyah dibagi menjadi dua yaitu Ziyadatus Sa’adah dan Sabilul Muttaqin. Ziyadatus Sa’adah merupakan kegiatan yang di ikuti oleh semua masyarakat Rifa’iyah, yang di lakukan di dalam masjid. Kegiatan ini di isi dengan mempelajari kitab karangan Syaikh Ahmad Ar-Rifa’i. Sedangkan Sabilul Muttaqin merupakan kegiatan keagamaan yang di lakukan khusus untuk laki-laki yang usianya kurang dari 40 tahun.
    V.            Kesimpulan
Dari uraian singkat diatas dapat kita ketahui bahwa :
-          Rifa’iyah di Lebosari muncul sekitar tahun 1920-an yang di bawa oleh Syaikh Muhammad Sholeh, Syaikh Muhammad Sholeh merupakan murid dari KH Abdul Manan yang berguru langsung kepada Syaikh Ahmad Ar-Rifai, pendiri Organasasi Islam Ar- Rifai’yah.
-          Sumber ajaran Rifa’iyah berasal dari Al-Qur’an, sunnah / hadist , ijma’ dan qiyas. Organisasi Rifa’iyah ini mempunyai pegangan kitab yang bernama Ri’ayatul Himmah, Abiyanal Hawaij, Tasrifatul Muhtaj, Tarbiyanal Islah, dan Muslihat.
-          Rifa’iyah berpendapat bahwa rukun Islam hanya ada satu, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat. Seorang manusia bisa di katakan muslim apabila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan setelah ia mengucapkan kalimat syahadat,  muslim tersebut  memiliki beberapa kewajiban yaitu shalat, zakat, puasa dan haji.
-          Rutinitas keagamaan yang dilakukan oleh jama’ah Rifa’iyah seperti  senenan, manaqiban, dziba’an dan yasinan. Kegiatan keagamaan Rifa’iyah dibagi menjadi dua yaitu Ziyadatus Sa’adah dan Sabilul Muttaqin.
Jadi Rifa’iyah ini termasuk ke dalam Epistemologi Bayani, karena mereka mengambil sumber ajaran secara tekstual. Mereka mengambil ayat-ayat al-Qur’an, hadist secara tekstual sesuai apa yang terkandung di dalam al-Qur’an dan hadist Nabi.
 VI.            Penutup
Demikian laporan yang dapat kami susun. Semoga memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan hasil laporan ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.














LAMPIRAN
1.      TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
a.       Wawancara dengan Pak Anwar sebagai narasumber
Wawancara ini di lakukan pada Sabtu, 1 November 2014 pada pukul 15.30 WIB, di kediaman Bapak Anwar.
Pewawancara        : P
Pak Anwar                        : N

(transkripwawancara ini dibuat dengan pengubahan bahasa di beberapa kalimat dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia)
P       : Di sini kebanyakan masyarakatnya adalah Rifa’iyah., lalu bagaimana awal mula berdirinya Rifa’iyah serta bagaimana perkembangannya?
N      : Kalau masalah sejarah awal adanya Rifa’iyah di sini, saya tahu tapi kurang paham dengan waktunya. Mungkin nanti mbak-mbak bisa tanya langsung kepada mbah haji.
P       : Lalu sumber ajaran yang di gunakan apa saja, Pak?
N      : Sumbernya itu sama dengan yang lain, yaitu Al-Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas. Tapi orang-orang Rifa’iyah itu mempunyai kitab pegangan sendiri, yaitu Ri’ayatul Himmah.Kitab ini karangan dari mbah Ahmad Rifa’i yang ditulis dalam bentuk syair dan arab. Kitab ini berbahasa jawa, karena kitab ini terjemahan dari kitab Ianah dan kitab-kitab lainnya.Kitab ini berisi tasawuf, tauhid, syari’at, ushul.Mbah rifa’i menggunakan bahasa jawa agar mudah di pahami dan di mengerti. Kalau jenengan-jenengan kan di ma’nani dulu, lah kalau ma’nani kan harus bisa nahwu-sharafnya dulu. Tapi bukan berarti orang-orang Rifa’iyah tidak bisa baca kitab gundulan, orang-orang Rifa’iyah banyak yang bisa baca kitab gundulan.Kadang juga orang-orng menganggap bahwa orang-orang Rifa’iyah itu orang tarjumah karena mempelajari kitab-kitab terjemahan. Kalau seperti itu saya juga berpikir bahwa kalian itu sama seperti kami, sama-sama mempelajari kitab terjemahan, kalian ma’nani kiab gundulan ke dalam bahasa jawa, lah itu apa tidak terjemahan juga.
P    : Lalu untuk ajaran Rifa’iyah sendiri, itu seperti apa Pak?
N   : Ajarannya ya sama dengan kalian, karena sumbernya juga sama Al-qur’an, hadist, ijma’ dan Qiyas. Tapi yang membedakan mungkin adalah rukun Islam. Rukun Islam kalian ada lima, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Tapi orang-orang Rifa’iyah berpendapat bahwa rukun Islam itu satu, yaitu hanya mengucapkan 2 kalimat syahadat.

b.      Wawancara dengan Mbah Muhdlori sebagai narasumber
Wawancara ini di lakukan pada Rabu, 5 November 2014 pukul 16.00 WIB, di kediaman mbah Haji Muhdlori.
Pewawancara                    : P
Mbah haji Muhdlori          : N

(transkrip wawancara ini dibuat dengan pengubahan bahasa di beberapa kalimat dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia)

P    : Assalamu’alaikum mbah haji, di sini kami meminta waktu sebentar untuk mencari tahu tentang Rifa’iyah.
N   : Wa’alaikumsalam wr.wb, Iya bisa. Apa yang ingin kalian ketahui tentang Rifa’iyah?
P    : Pertama, kami ingin tahu tentang asal mula perkembangan Rifa’iyah di desa lebosari.
N   : Sebenarnya Rifa’iyah ada di Lebosari itu sudah lama, sekitar tahun 1920 an. Bahkan Rifa’iyah, NU dan Muhammadiyah itu lebih dulu Rifa’iyah. Rifa’iyah di Lebosari itu di bawa oleh Syaikh Muhammad Sholeh merupakan murid dari KH. Abdul Manan yang berguru langsung kepada Syaikh Ahmad Ar-rifai, setelah Syaikh Muhammad Sholeh wafat, Rifa’iyah di Lebosari di pimpin oleh kiai Maryani kemudian di lanjutkan oleh KH Mudlor Al-badar. Dan Alhamdulillah bisa berkembang dan bertahan sampai sekarang ini.Kalau perkembangan Rifa’iyah bisa di katakana berkembang pesat, karena dulu Rifa’iyah hanya berada di Lebosari wetan saja, dan sekarang bisa berkembang sampai Lebosari barat.Lalu untuk jumlah penduduk yang semula hanya 22 keluarga menjadi 175 keluarga.
P    : Lalu, sumber-sumber ajaran Rifa’iyah itu apa saja mbah?
N   : Sumber- sumbernya itu sama dengan yang lain. Al-Qur’an, hadist, ijma’dan qiyas.
P    : Lalu ajaran-ajaran Rifa’iyah sendiri itu bagimana mbah?
N   : Ajaran Rifa’iyah itu semua berpacu pada kitab-kitab terjemahan mbah Rifa’i misalnya kitab Abiyanal Hawaij  yang merupakan kitab fiqih yang berisi tentang tata cara wudlu, shalat, shalat jama’ dan qasar, dan shalat berjama’ah. Kitab tasrifatul Muhtaj  yang berisi tentang fiqih jual beli. Kitab Tarbiyanal Islah yang berisi tentang nikah dan ijab, kitab muslihat yang berisi tentang faraidl.
2.      FOTO-FOTO

3.      DOKUMENTASI ORGANISASI

              




4.      AD – ART RIFA’IYAH
a.      Anggaran Dasar (AD) Rifa’iyah
BAB I       : Nama dan Tempat Kedudukan (Pasal 1 dan 2)
BAB II      : Aqidah/Azas dan Sifat (Pasal 3)
BAB III    : Lambang dan Atribut (Pasal 4)
BAB IV    : Fungsi dan Tujuan (Pasal 5 dan 6)
BAB V      : Usaha (Pasal 7)
BAB VI    : Keanggotaan (Pasal 8)
BAB VII   : Hak dan Kewajiban Anggota (Pasal 9)
BAB VIII : Susunan Organisasi dan Wewenang (Pasal 10, 11, dan 12)
BAB IX    : Badan dan Lembaga Organisasi (Pasal 13 dan 14)
BAB X      : Pengesahan dan Perubahan Pasal 15)
BAB XI    : Pembubaran Organisasi (Pasal 16)
BAB XII   : Penutup (Pasal 17)

b.      Anggaran Rumah Tangga (ART) Rifa’iyah
BAB I       : Keanggotaan (Pasal 1)
BAB II      : Hak dan Kewajiban Anggota (Pasal 2 dan 3)
BAB III    : Pemberhentian Anggota (Pasal 4)
BAB IV    : Susunan dan Wewenan Pimpinan (Pasal 5 sampai 24)
BAB V      : Susunan dan Wewenan Dewan Syuro’ (Pasal 25 sampai 31)
BAB VI    : Persyaratan Pimpinan Organisasi dan Wewenang Dewan Syuro’ (Pasal 32)