2. landasan
teori
Pada abad ke-19 jaya-jayanya
pemerintahan kolonial Belanda di persada bumi tercinta Indonesia. Tokoh-tokoh
pergerakan mulai tumbuh melawan Belanda karena sadar atas penindasannya yang
memelaratkan bangsa Indonesia. Lewat dakwah agama khususnya Islam di Pulau
Jawa, aksi terhadap pemerintah Belanda dilancarkan pemimpin-pemimpin agama.
Rakyat diperbodoh dan diperbudak lebih rendah dari seekor herder orang-orang
Belanda ketika itu.Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Imam Bonjol, Diponegoro, Setot
Alibasyah, Kiyai Mojo dsb dibuang ke berbagai daerah terpencil oleh Belanda. Di
antaranya adalah Syaikh KH. Ahmad Rifa’i seorang ulama Islam turut dibuang
mula-mula ke Maluku Utara (Ternate) kemudian ke Sulawesi Utara yakni ke daerah
Tondano yang kini tempat pemakamannya terkenal dengan Kampung Jawa, karena
penduduk yang berasal dari Jawa sekarang sudah ada sekitar 5000 jiwa di
sana. Keturunan KH. Ahmad Rifa’i di Tondano bermarga Rifa’i di antara
kini ada yang aktif sebagai pejabat di pemerintahan daerah tingkat I Sulut.
Bermukim di Mekkah
Mustofa Syarif yang melacaknya
secara khusus, menelusuri asal muasal KH. Ahmad Rifa’i mulai dari Pekalongan
desa Kedungwuni yang terkenal dengan Kecamatan Batang Jawa Tengah hingga semasa
pembuangannya ke Maluku Utara (Ternate) hingga ke Tondano (Kampung Jawa)
Sulawesi Utara. Hasilnya diperoleh makamnya di Kampung Jawa Tondano Sulut, yang
kemudian beliau kawin dan anak beranak di sana dengan marga Rifa’i.
Menurut Mustofa dalam suratnya
yang ditujukan kepada H. Rahmatullah di Paesan timur Kedungwuni Pekalongan
Jateng menerangkan KH. Ahmad Rifa’i pernah bermukim di Mekkah selama 20
tahun bersama KH. Nawawi dari Banten dan KH. Cholil dari Bangkalan
Madura. Ketika Beliau kembali di Indonesia beliau berdomisili di Batang Jateng
20 km dari Pekalongan tepatnya di sebuah masjid Bupati Batang (alun-alun). Di
masjid inilah KH. Ahmad Rifa’i berjuang untuk mengakhiri penjajah Belanda di
tanah air dengan jalan menulis ayat-ayat Al-Quran dengan tangan dan
menerjemahkannya ke dalam bahasa Jawa serta tujuan-tujuan/
penjelasan-penjelasannya. Ketika itu masih terlalu banyak penduduk di Jawa yang
kurang fasih berbahasa Indonesia seperti sekarang ini. Tulisan ayat-ayat
Al-Quran berbahasa Arab dan telah diterjemahkan ke bahasa Jawa itu disebarluaskan
kepada penduduk pribumi sekaligus menerangkan kejahatan penjajah Kolonial
Belanda.
Direstui Deprtemen Agama
Seorang cucu KH. Ahmad Rifa’I
bernama Mbah H. Bajuri bin Abdul Muthalib pada tahun 1960 menerangkan tentang
riwayat perjuangan kakeknya dalam mengusir penajajah. Dalam usia 100 tahun
tepatnya 1974, cucunya tersebut juga meninggal dunia, namun KH. Rahmatullah dan
tokoh-tokoh alim ulama Pekalongan mengetahui sejarah KH. Ahmad Rifa’i.
Menyangkut tulisan tangan Al-Quran dan terjemahannya ke dalam Bahasa Jawa telah
mendapat restu dari KH. Moelyadi Martosoedarmo sebagai Direktur Pendidikan
Agama tahun 1968. Para ulama Pekalongan mengharapkan uluran tangan pemerintah
terhadap KH. Ahmad Rifa’i memberi penghargaan atas perjuangannya sebagai perintis
kemerdekaan RI (HSNS).
3. Kondisi
lapangan
Lebosari merupakan salah satu desa
yang berada di kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal. Sebelah barat berbatasan
dengan desa Gebang Anom, sebelah timur
berbatasan dengan desa Karang Ayu, sebelah utara berbatasan dengan Desa
kangkung, sebelah selatan berbatasan dengan desa Tegowan. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Lebosari
adalah petani, selain itu, sebagian dari masyarakat Lebosari ada juga yang
pergi merantau.
Kondisi
social masyarakat disana sangat Rukun, hal ini di buktikan dengan adanya gotong
royong masyarakat dalam pembangunan masjid Baitul Izzah saat ini. Karena hampir
seluruh masyarakatnya menganut ajaran Rifa’iyah, maka pada tahun 2000 di
dirikan ranting rifaiyah di desa lebosari. Desa lebosari terdiri dari lebosari wetan
dan lebosari kulon.
Jarak antara
lebosari wetan dan lebosari kulon sekitar 1 KM. kegiatan ibadah yang dilakukan
antara kegiatan lebosari kulon dan lebosari wetan sama. Seperti kegiatan
ziyadatus sa”adah dan sabilul muttaqin.
4. Analisis Lapangan
Penelitian
organisasi keagamaan ini di laksanakan di desa Lebosari, Kecamatan Kangkung, Kabupaten
Kendal. Dari penelitian ini dapat di ketahui bahwa sebagian besar masyarakat
lebosari adalah masyarakat Rifa’iyah atau orang tarjumahan.
Rifa’iyah
di Lebosari muncul sekitar tahun 1920-an yang di bawa oleh Syaikh Muhammad
Sholeh, Syaikh Muhammad Sholeh merupakan murid dari KH Abdul Manan yang berguru
langsung kepada Syaikh Ahmad ar-rifai, pendiri Organasasi Islam Ar- Rifai’yah.
Setelah Syaikh Muhammad Sholeh wafat, Rifa’iyah di Lebosari di pimpin oleh kiai
Maryani kemudian di lanjutkan oleh KH Mudlor al-badar.
Perkembangan
Rifa’iyah di Lebosari, terbilang sangat pesat. Pada tahun 1926, Rifa’iyah telah
merambah ke Lebosari Kulon yang semula hanya ada di Lebosari wetan. Selain itu,
perkembangan Rifa’iyah juga di tandai dengan pembangunan masjid Baitul Izzah
yang di dirikan pada tahun 1930. Masjid tersebut merupakan sebagai pusat
kegiatan kegamaan. Di dalam masjid tersebut di adakan sebuah pengajian tiap
minggu sekali. Dalam pengajian tersebut, pembicara selalu di datangkan dari
tokoh Rifa’iyah daerah lain, pengajian ini selain sebagai siraman rohani, juga
sebagai tali penyambung silaturrahmi bagi masyarakat.
Pembangunan musholla Nurul Ikhlas pada tahun
1970. Lalu di susul pembangunan Madrasah Diniyyah Miftahul Falah pada tahun
1980 an di tanah wakaf seluas 320 m2. Di desa Lebosari pernah di
dirikan pondok pesantren yang didirikan oleh kiai Maryani pada tahun
1970 sampai 1986. Kebnayakan santri tersebut berasal dari daerah Wonosobo,
seperti Kedalo, Kalibeber, Sumber Dalem dan Sapuran. Lalu pada tahun 1990 di
bangunlah TPQ Tarbiyatul Aulad yang telah mendapat pengakuan dari Kemenag Kabupaten
Kendal. Pada tahun 1990-1995 hanya ada 22 kepala keluarga yang masuk organisasi
Rifa’iyah, dan sekarang ini telah ada 175 kepala keluarga. Karna banyaknya
kepala keluarga yang masuk organisasi Rifaiyyah maka di bentuklah pimpinan
ranting rifaiyyah pada tahun 2000.
Rifa’iyah
merupakan organisasi islam yang di dirikan oleh Syaikh Ahmad ar-rifai. Sumber
ajaran Rifa’iyah berasal dari Al-Qur’an, sunnah / hadist , ijma’ dan qiyas.
Organisasi rifa’iyah mempunya pegangan kitab yang bernama riayatul himmah,
riayatul himmah merupakan kitab karangan syaikh ar-rifai yang berisi aqidah,
tasawuf, ushul, tauhid, fiqih. Dalam hal ushulidin, masyarakat Rifa’iyah
condong kepada Abu Hasan Asy’ari. Dalam hal fiqih, masyarakat Rifa’iyah mengikuti imam Hanafi, Imam Maliki,
imam Syafi’i dan imam Ahmad. Lalu dalam hal tasawuf, masyarakat Rifa’iyah
mengikuti Abu Qosim jumadil Albaghdadi.
Adapun kitab-kitab yang di pelajari adalah kitab-kitab karangan syaikh
ahmad ar-rifai yang berbentuk syair, berbahasa jawa dan bertuliskan arab pegon,
diantaranya kitab-kitab beliau adalah kitab Abiyanal Hawaij , kitab
fiqih yang berisi tentang tata cara wudlu, shalat, shalat jama’ dan qasar, dan
shalat berjama’ah. Kitab tasrifatul Muhtaj yang berisi tentang fiqih jual beli. Kitab
tarbiyanal Islah yang berisi tentang nikah dan ijab, kitab muslihat yang berisi
tentang faraidl. Rifa’iyah berpendapat bahwa rukun islam hanya ada satu yaitu mengucapkan
dua kalimat syahadat. Seorang manusia bisa di katakan muslim apabila telah mengucapkan
dua kalimat syahadat. Dan setelah seseorang itu telah mengucapkan kalimat
syahadat, muslim tersebut mempunyai kewajiban yaitu shalat, zakat, puasa
dan haji.
Seperti
masyarakat umumnya, masyarakat Rifa’iyah juga melakukan rutinitas keagamaan,
seperti senenan, manaqiban, dziba’an
dan yasinan. Kegiatan ini sama dengan organisasi Nahdlotul Ulama (NU)
karena memang madzhab dari Rifa’iyah adalah madzhab syafi’i. Selain kegiatan-kegiatan
tersebut, masyarakat Rifa’iyah juga membaca kitab terjemahan karangan Syaikh Ahmad
ar-rifai yang menjadi pegangan syariat, hukum, aqidah, filsafat bagi masyarakat
Rifa’iyah.
Menurut
mbah haji Muhdlori, tokoh Rifa’iyah desa lebosari. Kegiatan keagamaan rifa’iyah
dibagi menjadi dua yaitu ziyadatus Sa’adah dan Sabilul Muttaqin. Ziyadatus
sa’adah merupakan kegiatan yang di ikuti oleh semua masyarakat Rifaiyyah
bersama-sama. Kegiatan ini di lakukan di dalam masjid. Kegiatan ini di isi
dengan mempelajari kitab-karangan syaikh ahmad Ar-Rifa’i. sedangkan sabilul
Muttaqin merupakan kegiatan keagamaan yang di lakukan khusus untuk laki-laki yang
umurnya berkurang dari 40 tahun.
Dari
uraian singkat diatas dapat kita ketahui bahwa Rifa’iyah ini termasuk ke dalam epistemologi
Bayani, karena dalam mengambil sumber ajaran secara tekstual. Mereka mengambil
ayat-ayat Al-qur’an, hadist secara tekstual sesuai apa yang terkandung di dalam
al-Qur’an dan hadist nabi.
TRANSKRIP
WAWANCARA
1.
Wawancara dengan pak anwar sebagai narasumber
Wawancara
ini di lakukan pada hari sabtu tanggal 1 november jam 15.30 WIB di kediaman
bapak anwar.
Pewawancara : P
Pak
anwar : N
P : di sini kebanyakan
masyarakatnya adalah rifa’iyah. Bagaimana awal mula Rifa’iyah di sini dan
bagaimana perkembangannya ?
N : kalau masalah sejarah awal adanya Rifa’iyah
di sini, saya tahu tapi kurang paham dengan waktunya. Mungkin nanti mbak-mbak
bisa Tanya langsung kepada mbah haji.
P : lalu sumber ajaran yang di gunakan apa pak
?
N : sumbernya itu sama dengan yang lain, yaitu
Al-Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas. Tapi orang-orang rifaiyyah itu mempunyai
kitab pegangan sendiri, yaitu Riayatul Himmah. Kitab ini karangan dari
mbah ahmad Rifa’I yang ditulis dalam bentuk syair dan arab. Kitab ini berbahasa
jawa, karana kitab ini terjemahan dari kitab ianah dan kitab-kitab lainnya.
Kitab ini berisi tasawuf, tauhid, syari’at, ushul. Mbah rifa’I menggunakan
bahasa jawa agar mudah di pahami dan di mengerti. Kalau jenengan-jenengan kan
di ma’nani dulu, lah nak ma’nani kan harus bisa nahwu, sharaf nya dulu. Tapi
bukan berarti orang-orang Rifa’iyah tidak bisa baca kitab gundulan, orang-orang
Rifa’iyah banyak yang bisa baca kitab gundulan. Kadang juga orang-orng
menganggap bahwa orang-orang rifa’iyah itu orang tarjumah karena mempelajari
kitab-kitab terjemahan. Kalau seperti itu saya juga berpikir bahwa kalian itu
sama seperti kami, sama-sama mempelajari kitab terjemahan, kalian ma’nani kiab
gundulan ke dalam bahasa jawa, lah itu apa tidak terjemahan juga.
P : lalu untuk ajaran rifa’iyah itu seperti
apa pak?
N : ajarannya ya sama dengan kalian, karena
sumbernya juga sama Al-qur’an, hadist, ijma’ dan Qiyas. Tapi yang mungkin
membedakan adalah rukun islam. Rukun islam kalian lima : syahadat, shalat,
zakat, puasa dan haji. Tapi orang-orang Rifa’iyah berpendapat bahwa rukun islam
itu satu yaitu hanya mengucapkan 2 kalimat syahadat. Sedangkan shalat, zakat,
puasa, dan haji merupakan kewajiban dari seorang muslim tersebut. Coba
sebutkan, salahsatu rukun haji itu kan islam, bukan membaca syahadat atau
lainnya,
P : begitu, pak terimakasih atas penjelasannya
tentang Rifa’iyat. Dan terima kasih pula telah memberikan waktu bapak untuk
berbagi ilmu.
N : sama-sama mbak, mungkin itu penjelasan yang
bisa saya sampaikan.
2.
Wawancara dengan mbah haji muhdlori
Wawancara
ini di lakukan pada hari rabu tanggal 5 november 2014 pukul 16.00 WIB di
kediaman mbah Haji Muhdlori.
P : pewawancara
N : mbah haji Muhdlori
P : assalamu’alaikum mbah haji, di sini kami
meminta waktu sebentar untuk mencari tahu tentang Rifa’iyah.
N : iya, bisa. Apa yang ingin kalian ketahui
tentang rifa’iyah.
P : pertama, kami ingin tentang asal mula
perkembangan rifaiyah di desa lebosari ?
N : sebenarnya Rifa’iyah ada di Lebosari itu
sudah lama, sekitar tahun 1920 an. Bahkan Rifa’iyah, NU dan muhammadiyah itu
lebih dulu Rifa’iyah. Rifa’iyah di lebosari itu di bawa oleh Syaikh Muhammad
Sholeh merupakan murid dari KH Abdul Manan yang berguru langsung kepada Syaikh
Ahmad ar-rifai, Setelah Syaikh Muhammad Sholeh wafat, Rifa’iyah di Lebosari di
pimpin oleh kiai Maryani kemudian di lanjutkan oleh KH Mudlor al-badar.
Dan Alhamdulillah bisa berkembang dan bertahan sampai sekarang ini. Kalau
perkembangan rifa’iyah bisa di katakana berkembang pesat, karena dulu rifa’iyah
hanya berada di lebosari wetan saja, dan sekarang bisa berkembang sampai
lebosari barat. Lalu untuk jumlah penduduk yang semula hanya 22 keluarga menjadi
175 keluarga.
P : sumber-sumber rifa’iyah itu apa saja mbah?
N : sumber- sumbernya itu sama dengan yang
lain. Al-Qur’an, hadist, ijma’dan qiyas.
P : lalu ajaran-ajaran rifa’iyah sendiri itu
gimana mbah?
N : ajaran rifa’iyah itu semua berpacu pada
kitab-kitab terjemahan mbah rifa’i. misalnya. kitab Abiyanal Hawaij yang merupakan kitab fiqih yang berisi
tentang tata cara wudlu, shalat, shalat jama’ dan qasar, dan shalat berjama’ah.
Kitab tasrifatul Muhtaj yang
berisi tentang fiqih jual beli. Kitab tarbiyanal Islah yang berisi tentang
nikah dan ijab, kitab muslihat yang berisi tentang faraidl.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar