Rabu, 07 Januari 2015

Rifaiyah



2. landasan teori
Pada abad ke-19 jaya-jayanya pemerintahan kolonial Belanda di persada bumi tercinta Indonesia. Tokoh-tokoh pergerakan mulai tumbuh melawan Belanda karena sadar atas penindasannya yang memelaratkan bangsa Indonesia. Lewat dakwah agama khususnya Islam di Pulau Jawa, aksi terhadap pemerintah Belanda dilancarkan pemimpin-pemimpin agama. Rakyat diperbodoh dan diperbudak lebih rendah dari seekor herder orang-orang Belanda ketika itu.Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Imam Bonjol, Diponegoro, Setot Alibasyah, Kiyai Mojo dsb dibuang ke berbagai daerah terpencil oleh Belanda. Di antaranya adalah Syaikh KH. Ahmad Rifa’i seorang ulama Islam turut dibuang mula-mula ke Maluku Utara (Ternate) kemudian ke Sulawesi Utara yakni ke daerah Tondano yang kini tempat pemakamannya terkenal dengan Kampung Jawa, karena penduduk yang berasal dari Jawa sekarang sudah ada sekitar 5000 jiwa di sana. Keturunan KH. Ahmad Rifa’i di Tondano bermarga Rifa’i di antara kini ada yang aktif sebagai pejabat di pemerintahan daerah tingkat I Sulut.

Bermukim di Mekkah
Mustofa Syarif yang melacaknya secara khusus, menelusuri asal muasal KH. Ahmad Rifa’i mulai dari Pekalongan desa Kedungwuni yang terkenal dengan Kecamatan Batang Jawa Tengah hingga semasa pembuangannya ke Maluku Utara (Ternate) hingga ke Tondano (Kampung Jawa) Sulawesi Utara. Hasilnya diperoleh makamnya di Kampung Jawa Tondano Sulut, yang kemudian beliau kawin dan anak beranak di sana dengan marga Rifa’i.

Menurut Mustofa dalam suratnya yang ditujukan kepada H. Rahmatullah di Paesan timur Kedungwuni Pekalongan Jateng menerangkan KH. Ahmad Rifa’i pernah bermukim di Mekkah selama 20 tahun bersama KH. Nawawi dari Banten dan KH. Cholil dari Bangkalan Madura. Ketika Beliau kembali di Indonesia beliau berdomisili di Batang Jateng 20 km dari Pekalongan tepatnya di sebuah masjid Bupati Batang (alun-alun). Di masjid inilah KH. Ahmad Rifa’i berjuang untuk mengakhiri penjajah Belanda di tanah air dengan jalan menulis ayat-ayat Al-Quran dengan tangan dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Jawa serta tujuan-tujuan/ penjelasan-penjelasannya. Ketika itu masih terlalu banyak penduduk di Jawa yang kurang fasih berbahasa Indonesia seperti sekarang ini. Tulisan ayat-ayat Al-Quran berbahasa Arab dan telah diterjemahkan ke bahasa Jawa itu disebarluaskan kepada penduduk pribumi sekaligus menerangkan kejahatan penjajah Kolonial Belanda.

Direstui Deprtemen Agama
Seorang cucu KH. Ahmad Rifa’I bernama Mbah H. Bajuri bin Abdul Muthalib pada tahun 1960 menerangkan tentang riwayat perjuangan kakeknya dalam mengusir penajajah. Dalam usia 100 tahun tepatnya 1974, cucunya tersebut juga meninggal dunia, namun KH. Rahmatullah dan tokoh-tokoh alim ulama Pekalongan mengetahui sejarah KH. Ahmad Rifa’i. Menyangkut tulisan tangan Al-Quran dan terjemahannya ke dalam Bahasa Jawa telah mendapat restu dari KH. Moelyadi Martosoedarmo sebagai Direktur Pendidikan Agama tahun 1968. Para ulama Pekalongan mengharapkan uluran tangan pemerintah terhadap KH. Ahmad Rifa’i memberi penghargaan atas perjuangannya sebagai perintis kemerdekaan RI (HSNS).



3. Kondisi lapangan
            Lebosari merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal. Sebelah barat berbatasan dengan desa  Gebang Anom, sebelah timur berbatasan dengan desa Karang Ayu, sebelah utara berbatasan dengan Desa kangkung, sebelah selatan berbatasan dengan desa Tegowan.  Mayoritas mata pencaharian masyarakat Lebosari adalah petani, selain itu, sebagian dari masyarakat Lebosari ada juga yang pergi merantau.
Kondisi social masyarakat disana sangat Rukun, hal ini di buktikan dengan adanya gotong royong masyarakat dalam pembangunan masjid Baitul Izzah saat ini. Karena hampir seluruh masyarakatnya menganut ajaran Rifa’iyah, maka pada tahun 2000 di dirikan ranting rifaiyah di desa lebosari. Desa lebosari terdiri dari lebosari wetan dan lebosari kulon.
Jarak antara lebosari wetan dan lebosari kulon sekitar 1 KM. kegiatan ibadah yang dilakukan antara kegiatan lebosari kulon dan lebosari wetan sama. Seperti kegiatan ziyadatus sa”adah dan sabilul muttaqin.

4. Analisis Lapangan
Penelitian organisasi keagamaan ini di laksanakan di desa Lebosari, Kecamatan Kangkung, Kabupaten Kendal. Dari penelitian ini dapat di ketahui bahwa sebagian besar masyarakat lebosari adalah masyarakat Rifa’iyah atau orang tarjumahan.
Rifa’iyah di Lebosari muncul sekitar tahun 1920-an yang di bawa oleh Syaikh Muhammad Sholeh, Syaikh Muhammad Sholeh merupakan murid dari KH Abdul Manan yang berguru langsung kepada Syaikh Ahmad ar-rifai, pendiri Organasasi Islam Ar- Rifai’yah. Setelah Syaikh Muhammad Sholeh wafat, Rifa’iyah di Lebosari di pimpin oleh kiai Maryani kemudian di lanjutkan oleh KH Mudlor al-badar.
Perkembangan Rifa’iyah di Lebosari, terbilang sangat pesat. Pada tahun 1926, Rifa’iyah telah merambah ke Lebosari Kulon yang semula hanya ada di Lebosari wetan. Selain itu, perkembangan Rifa’iyah juga di tandai dengan pembangunan masjid Baitul Izzah yang di dirikan pada tahun 1930. Masjid tersebut merupakan sebagai pusat kegiatan kegamaan. Di dalam masjid tersebut di adakan sebuah pengajian tiap minggu sekali. Dalam pengajian tersebut, pembicara selalu di datangkan dari tokoh Rifa’iyah daerah lain, pengajian ini selain sebagai siraman rohani, juga sebagai tali penyambung silaturrahmi bagi masyarakat.
  Pembangunan musholla Nurul Ikhlas pada tahun 1970. Lalu di susul pembangunan Madrasah Diniyyah Miftahul Falah pada tahun 1980 an di tanah wakaf seluas 320 m2. Di desa Lebosari pernah di dirikan pondok pesantren yang didirikan oleh kiai Maryani pada tahun 1970 sampai 1986. Kebnayakan santri tersebut berasal dari daerah Wonosobo, seperti Kedalo, Kalibeber, Sumber Dalem dan Sapuran. Lalu pada tahun 1990 di bangunlah TPQ Tarbiyatul Aulad yang telah mendapat pengakuan dari Kemenag Kabupaten Kendal. Pada tahun 1990-1995 hanya ada 22 kepala keluarga yang masuk organisasi Rifa’iyah, dan sekarang ini telah ada 175 kepala keluarga. Karna banyaknya kepala keluarga yang masuk organisasi Rifaiyyah maka di bentuklah pimpinan ranting rifaiyyah pada tahun 2000.
Rifa’iyah merupakan organisasi islam yang di dirikan oleh Syaikh Ahmad ar-rifai. Sumber ajaran Rifa’iyah berasal dari Al-Qur’an, sunnah / hadist , ijma’ dan qiyas. Organisasi rifa’iyah mempunya pegangan kitab yang bernama riayatul himmah, riayatul himmah merupakan kitab karangan syaikh ar-rifai yang berisi aqidah, tasawuf, ushul, tauhid, fiqih. Dalam hal ushulidin, masyarakat Rifa’iyah condong kepada Abu Hasan Asy’ari. Dalam hal fiqih, masyarakat  Rifa’iyah mengikuti imam Hanafi, Imam Maliki, imam Syafi’i dan imam Ahmad. Lalu dalam hal tasawuf, masyarakat Rifa’iyah mengikuti Abu Qosim jumadil Albaghdadi.  Adapun kitab-kitab yang di pelajari adalah kitab-kitab karangan syaikh ahmad ar-rifai yang berbentuk syair, berbahasa jawa dan bertuliskan arab pegon, diantaranya kitab-kitab beliau adalah kitab Abiyanal Hawaij , kitab fiqih yang berisi tentang tata cara wudlu, shalat, shalat jama’ dan qasar, dan shalat berjama’ah. Kitab tasrifatul Muhtaj  yang berisi tentang fiqih jual beli. Kitab tarbiyanal Islah yang berisi tentang nikah dan ijab, kitab muslihat yang berisi tentang faraidl. Rifa’iyah berpendapat bahwa rukun islam hanya ada satu yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat. Seorang manusia bisa di katakan muslim apabila telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan setelah seseorang itu telah mengucapkan kalimat syahadat,  muslim tersebut  mempunyai kewajiban yaitu shalat, zakat, puasa dan haji.
Seperti masyarakat umumnya, masyarakat Rifa’iyah juga melakukan rutinitas keagamaan, seperti  senenan, manaqiban, dziba’an dan yasinan. Kegiatan ini sama dengan organisasi Nahdlotul Ulama (NU) karena memang madzhab dari Rifa’iyah adalah madzhab syafi’i. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, masyarakat Rifa’iyah juga membaca kitab terjemahan karangan Syaikh Ahmad ar-rifai yang menjadi pegangan syariat, hukum, aqidah, filsafat bagi masyarakat Rifa’iyah.
Menurut mbah haji Muhdlori, tokoh Rifa’iyah desa lebosari. Kegiatan keagamaan rifa’iyah dibagi menjadi dua yaitu ziyadatus Sa’adah dan Sabilul Muttaqin. Ziyadatus sa’adah merupakan kegiatan yang di ikuti oleh semua masyarakat Rifaiyyah bersama-sama. Kegiatan ini di lakukan di dalam masjid. Kegiatan ini di isi dengan mempelajari kitab-karangan syaikh ahmad Ar-Rifa’i. sedangkan sabilul Muttaqin merupakan kegiatan keagamaan yang di lakukan khusus untuk laki-laki yang umurnya berkurang dari 40 tahun.

Dari uraian singkat diatas dapat kita ketahui bahwa Rifa’iyah ini termasuk ke dalam epistemologi Bayani, karena dalam mengambil sumber ajaran secara tekstual. Mereka mengambil ayat-ayat Al-qur’an, hadist secara tekstual sesuai apa yang terkandung di dalam al-Qur’an dan hadist nabi.

TRANSKRIP WAWANCARA
1.      Wawancara dengan pak anwar sebagai narasumber
Wawancara ini di lakukan pada hari sabtu tanggal 1 november jam 15.30 WIB di kediaman bapak anwar.
Pewawancara        : P
Pak anwar             : N
P       : di sini kebanyakan masyarakatnya adalah rifa’iyah. Bagaimana awal mula Rifa’iyah di sini dan bagaimana perkembangannya ?
N   : kalau masalah sejarah awal adanya Rifa’iyah di sini, saya tahu tapi kurang paham dengan waktunya. Mungkin nanti mbak-mbak bisa Tanya langsung kepada mbah haji.
P    : lalu sumber ajaran yang di gunakan apa pak ?
N   : sumbernya itu sama dengan yang lain, yaitu Al-Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas. Tapi orang-orang rifaiyyah itu mempunyai kitab pegangan sendiri, yaitu Riayatul Himmah. Kitab ini karangan dari mbah ahmad Rifa’I yang ditulis dalam bentuk syair dan arab. Kitab ini berbahasa jawa, karana kitab ini terjemahan dari kitab ianah dan kitab-kitab lainnya. Kitab ini berisi tasawuf, tauhid, syari’at, ushul. Mbah rifa’I menggunakan bahasa jawa agar mudah di pahami dan di mengerti. Kalau jenengan-jenengan kan di ma’nani dulu, lah nak ma’nani kan harus bisa nahwu, sharaf nya dulu. Tapi bukan berarti orang-orang Rifa’iyah tidak bisa baca kitab gundulan, orang-orang Rifa’iyah banyak yang bisa baca kitab gundulan. Kadang juga orang-orng menganggap bahwa orang-orang rifa’iyah itu orang tarjumah karena mempelajari kitab-kitab terjemahan. Kalau seperti itu saya juga berpikir bahwa kalian itu sama seperti kami, sama-sama mempelajari kitab terjemahan, kalian ma’nani kiab gundulan ke dalam bahasa jawa, lah itu apa tidak terjemahan juga.
P    : lalu untuk ajaran rifa’iyah itu seperti apa pak?
N   : ajarannya ya sama dengan kalian, karena sumbernya juga sama Al-qur’an, hadist, ijma’ dan Qiyas. Tapi yang mungkin membedakan adalah rukun islam. Rukun islam kalian lima : syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Tapi orang-orang Rifa’iyah berpendapat bahwa rukun islam itu satu yaitu hanya mengucapkan 2 kalimat syahadat. Sedangkan shalat, zakat, puasa, dan haji merupakan kewajiban dari seorang muslim tersebut. Coba sebutkan, salahsatu rukun haji itu kan islam, bukan membaca syahadat atau lainnya,
P    : begitu, pak terimakasih atas penjelasannya tentang Rifa’iyat. Dan terima kasih pula telah memberikan waktu bapak untuk berbagi ilmu.
N   : sama-sama mbak, mungkin itu penjelasan yang bisa saya sampaikan.
2.      Wawancara dengan mbah haji muhdlori
Wawancara ini di lakukan pada hari rabu tanggal 5 november 2014 pukul 16.00 WIB di kediaman mbah Haji Muhdlori.
P    : pewawancara
N   : mbah haji Muhdlori

P    : assalamu’alaikum mbah haji, di sini kami meminta waktu sebentar untuk mencari tahu tentang Rifa’iyah.
N   : iya, bisa. Apa yang ingin kalian ketahui tentang rifa’iyah.
P    : pertama, kami ingin tentang asal mula perkembangan rifaiyah di desa lebosari ?
N   : sebenarnya Rifa’iyah ada di Lebosari itu sudah lama, sekitar tahun 1920 an. Bahkan Rifa’iyah, NU dan muhammadiyah itu lebih dulu Rifa’iyah. Rifa’iyah di lebosari itu di bawa oleh Syaikh Muhammad Sholeh merupakan murid dari KH Abdul Manan yang berguru langsung kepada Syaikh Ahmad ar-rifai, Setelah Syaikh Muhammad Sholeh wafat, Rifa’iyah di Lebosari di pimpin oleh kiai Maryani kemudian di lanjutkan oleh KH Mudlor al-badar. Dan Alhamdulillah bisa berkembang dan bertahan sampai sekarang ini. Kalau perkembangan rifa’iyah bisa di katakana berkembang pesat, karena dulu rifa’iyah hanya berada di lebosari wetan saja, dan sekarang bisa berkembang sampai lebosari barat. Lalu untuk jumlah penduduk yang semula hanya 22 keluarga menjadi 175 keluarga.
P    : sumber-sumber rifa’iyah itu apa saja mbah?
N   : sumber- sumbernya itu sama dengan yang lain. Al-Qur’an, hadist, ijma’dan qiyas.
P    : lalu ajaran-ajaran rifa’iyah sendiri itu gimana mbah?
N   : ajaran rifa’iyah itu semua berpacu pada kitab-kitab terjemahan mbah rifa’i. misalnya. kitab Abiyanal Hawaij  yang merupakan kitab fiqih yang berisi tentang tata cara wudlu, shalat, shalat jama’ dan qasar, dan shalat berjama’ah. Kitab tasrifatul Muhtaj  yang berisi tentang fiqih jual beli. Kitab tarbiyanal Islah yang berisi tentang nikah dan ijab, kitab muslihat yang berisi tentang faraidl.



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar